Era Baru PLTS Atap: Panduan Lengkap Skema Pasca Net-Metering (Ekspor-Impor) Sesuai Aturan Terbaru PLN

plts atap

Penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di Indonesia kian diminati seiring meningkatnya kesadaran akan energi bersih dan keinginan menghemat tagihan listrik. Banyak calon pengguna mengincar skema "net-metering" atau ekspor-impor, yang memungkinkan kelebihan produksi listrik dijual kembali ke PLN. Namun, penting untuk dipahami bahwa regulasi terkait panel surya telah mengalami perubahan fundamental pada awal tahun 2024. 

Skema net-metering yang dulu menjadi primadona, kini telah ditiadakan untuk pemasangan baru. Artikel ini akan menjadi panduan lengkap Anda memahami apa itu net-metering, mengapa skema itu diubah, dan bagaimana aturan terbaru PLN (Permen ESDM No. 2 Tahun 2024) mengubah peta permainan PLTS Atap di Indonesia.

Bagian 1: Kilas Balik - Apa Itu Skema Net-Metering (Ekspor-Impor)?

Sebelum kita melangkah ke aturan terbaru, kita perlu memahami konsep yang telah ditinggalkan: Net-Metering.

Secara sederhana, net-metering adalah skema perhitungan listrik dua arah antara pengguna PLTS Atap dan PLN.

  • Saat Siang Hari (Produksi Tinggi): PLTS Atap Anda memproduksi listrik. Listrik ini pertama-tama akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan perangkat elektronik di rumah Anda (konsumsi mandiri). Jika produksi lebih besar dari konsumsi (misalnya, di siang hari saat rumah sepi), kelebihan listrik itu tidak terbuang. Sebaliknya, listrik "diekspor" atau "dikirim" ke jaringan PLN.  
  • Saat Malam Hari (Produksi Nol): Panel surya tidak berproduksi. Anda akan otomatis "mengimpor" atau membeli listrik dari PLN, sama seperti pelanggan non-PLTS.
  • Perhitungan Tagihan: Di akhir bulan, PLN akan menghitung selisih antara listrik yang Anda ekspor dan listrik yang Anda impor.

Skema ini sangat populer karena menjadikan jaringan PLN seolah-olah "bank baterai" virtual. Anda "menyimpan" kelebihan listrik di siang hari dan "mengambilnya" kembali di malam hari.

Evolusi Net-Metering di Indonesia

Skema ini tidak statis dan telah berevolusi:

  • Permen ESDM 49/2018: Ini adalah aturan awal yang mempopulerkan PLTS Atap. Namun, nilai ekspor hanya dihargai 65%. Artinya, jika Anda mengekspor 10 kWh ke PLN, Anda hanya mendapat kredit senilai 6,5 kWh untuk mengurangi tagihan impor Anda.
  • Permen ESDM 26/2021: Ini adalah "masa keemasan" net-metering. Pemerintah merevisinya menjadi 1:1 atau 100%. Jika Anda mengekspor 10 kWh, Anda mendapat kredit 10 kWh. Aturan ini sukses mendongkrak minat instalasi PLTS Atap secara signifikan karena perhitungan Return on Investment (ROI) menjadi jauh lebih cepat dan menarik.

Namun, masa keemasan ini resmi berakhir di awal tahun 2024. 

Bagian 2: Aturan Terbaru Terbit - Permen ESDM No. 2 Tahun 2024

Pada 31 Januari 2024, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2024. Peraturan ini secara resmi mencabut dan menggantikan Permen ESDM 26/2021.

Regulasi baru ini membawa perubahan drastis, dan poin paling krusial bagi calon pengguna adalah: Penghapusan skema net-metering (ekspor-impor) untuk pelanggan baru.

Ya, Anda tidak salah baca. Bagi siapa pun yang mendaftarkan pemasangan PLTS Atap setelah aturan ini berlaku, konsep "menjual" atau "menitip" kelebihan listrik ke PLN untuk mengurangi tagihan sudah tidak berlaku lagi. 

Mengapa Skema Net-Metering Dihapus?

Penghapusan skema 1:1 ini didasari oleh beberapa pertimbangan, terutama dari sisi PLN sebagai penyedia jaringan. Dengan skema 1:1, PLN pada dasarnya "membeli" listrik dari pengguna dengan harga penuh (100%), padahal PLN sendiri mungkin sedang mengalami kelebihan pasokan (oversupply) listrik dari pembangkit skala besar mereka.

Menurut siaran pers resmi dari Kementerian ESDM (No. 117.Pers/04/SJI/2024), revisi aturan ini bertujuan untuk menyeimbangkan kepentingan antara pengembangan EBT oleh masyarakat dan menjaga keandalan serta keberlanjutan sistem tenaga listrik PLN.

Intinya, fokus pemanfaatan PLTS Atap kini dikembalikan ke tujuan awalnya: Konsumsi Mandiri (Self-Consumption). 

Bagian 3: Skema Baru Pasca Net-Metering: Fokus 100% Konsumsi Mandiri

Jadi, jika tidak ada lagi ekspor-impor, bagaimana sistem PLTS Atap bekerja di bawah aturan baru?

Jawabannya adalah sistem terhubung paralel (on-grid) tanpa ekspor.

Begini cara kerjanya:

  • Prioritas Utama (Self-Consumption): Listrik yang dihasilkan oleh panel surya Anda di atap akan 100% diprioritaskan untuk dikonsumsi langsung oleh peralatan di dalam gedung/rumah Anda.
  • Kelebihan Produksi (Tidak Dihitung): Jika pada satu waktu (misal jam 12 siang) produksi PLTS Anda 5.000 Watt, sementara konsumsi rumah hanya 2.000 Watt, maka ada kelebihan 3.000 Watt. Kelebihan 3.000 Watt ini akan tetap mengalir (diekspor) ke jaringan PLN, namun tidak akan dicatat atau dihitung oleh meteran PLN sebagai kredit atau pengurang tagihan.
  • Kekurangan Produksi (Impor): Jika produksi PLTS Anda 0 (malam hari) atau rendah (cuaca mendung), dan kebutuhan Anda 1.500 Watt, maka Anda akan otomatis mengimpor 1.500 Watt dari PLN.

Singkatnya, Anda hanya diuntungkan dari listrik yang langsung Anda konsumsi saat itu juga (real-time). Listrik yang terlanjur diekspor ke PLN dianggap "hilang" atau "gratis" bagi jaringan, tanpa kompensasi apa pun untuk Anda. 

Pengganti Batasan Kapasitas: Sistem Kuota Pengembangan

Aturan lama (Permen 26/2021) membatasi kapasitas PLTS maksimal 100% dari daya terpasang pelanggan. Aturan baru (Permen 2/2024) menghapus batasan 100% itu, namun menggantinya dengan sistem yang lebih ketat: Kuota Pengembangan.

PLN kini wajib menetapkan kuota pengembangan PLTS Atap untuk setiap wilayah (klaster) berdasarkan evaluasi keandalan sistem mereka. Artinya, pemasangan baru hanya bisa disetujui jika masih ada "sisa kuota" di wilayah tersebut. Kuota ini akan diperbarui secara berkala (misalnya, setiap tahun). Ini menjadi faktor penentu baru apakah permohonan Anda akan disetujui atau tidak. 

Bagian 4: Dampak Aturan Baru pada ROI dan Strategi Instalasi

Penghapusan net-metering jelas mengubah total perhitungan keekonomian PLTS Atap. 

1. Waktu Balik Modal (ROI) Lebih Lama

Dengan net-metering 1:1, seluruh produksi listrik Anda (baik yang dikonsumsi sendiri atau diekspor) memiliki nilai ekonomi. 

Kini, hanya listrik yang dikonsumsi sendiri (self-consumption) yang memberi penghematan. Ini berarti, bagi sebagian besar pengguna, waktu balik modal atau ROI akan menjadi lebih panjang. 

2. Perubahan Paradigma: Dari "Maksimalkan Atap" ke "Maksimalkan Konsumsi"

Dulu, saran umumnya adalah "pasang panel surya sebanyak mungkin sesuai kapasitas atap atau daya PLN". Kini, strategi itu tidak lagi efisien.

Strategi terbaru adalah "Precision Sizing" atau "Load-Following". Idealnya, kapasitas PLTS dirancang agar produksinya semirip mungkin dengan kurva konsumsi listrik harian Anda. Memasang sistem yang terlalu besar (oversizing) hanya akan membuat banyak listrik terbuang percuma ke PLN tanpa kompensasi. 

3. (Majas) Baterai Menjadi Bintang Panggung Baru

Di sinilah sistem penyimpanan (baterai) mulai dilirik. Untuk memaksimalkan self-consumption, kelebihan produksi di siang hari tidak dibuang ke PLN, melainkan disimpan di baterai. Listrik di baterai ini kemudian digunakan pada malam hari, mengurangi impor dari PLN.

Namun, investasi baterai kini menjadi bintang panggung yang baru, sebuah solusi elegan yang sayangnya masih datang dengan harga tiket yang mahal. Biaya baterai lithium saat ini masih signifikan dan dapat menggandakan total biaya investasi awal sistem PLTS Anda.

Banyak kritik, seperti yang disuarakan oleh asosiasi (misalnya Perplatsi) dan lembaga think-tank (misalnya IESR), menyebut bahwa aturan baru ini menurunkan keekonomian PLTS Atap bagi sektor residensial dan berpotensi memperlambat adopsi energi surya di Indonesia. 

Bagian 5: Bagaimana Nasib Pengguna PLTS Atap Lama (Eksisting)?

Apakah Anda sudah memasang PLTS Atap sebelum 31 Januari 2024 dan menikmati skema net-metering 1:1 dari Permen 26/2021?

Anda tidak perlu khawatir.

Permen ESDM 2/2024 memiliki "Klausul Peralihan" yang melindungi pengguna eksisting. Bagi pelanggan yang sudah beroperasi dan terdaftar sebelum aturan baru ini berlaku, mereka tetap berhak menikmati skema net-metering (ekspor-impor 1:1) selama 10 (sepuluh) tahun sejak PLTS Atap mereka beroperasi komersial.

Setelah 10 tahun tersebut, skema mereka akan otomatis disesuaikan dengan peraturan yang berlaku saat itu (yang kemungkinan besar adalah skema non-ekspor seperti aturan baru ini). 

Kesimpulan: Selamat Datang di Era Baru PLTS Atap

Regulasi PLTS Atap di Indonesia telah memasuki babak baru. Era "menjadikan PLN sebagai bank" melalui net-metering 1:1 telah usai bagi pengguna baru. Aturan Permen ESDM 2/2024 mengarahkan kita kembali ke esensi PLTS Atap: memaksimalkan konsumsi energi bersih secara mandiri.

Bagi calon pengguna, ini berarti perencanaan menjadi jauh lebih krusial. Anda tidak bisa lagi sekadar memasang panel surya di atap. Anda harus menganalisis profil beban harian (load profile) Anda dengan cermat untuk menentukan kapasitas sistem yang paling optimal agar tidak ada daya yang terbuang percuma.

Memahami seluk-beluk regulasi terbaru dan menghitung keekonomian sistem panel surya kini menjadi lebih kompleks. Jika Anda membutuhkan konsultasi ahli untuk merancang sistem PLTS Atap yang paling efisien dan sesuai dengan aturan terbaru, jangan ragu menghubungi tim profesional di SUNENERGY. Kami siap membantu Anda menavigasi era baru energi surya ini.

Posting Komentar untuk "Era Baru PLTS Atap: Panduan Lengkap Skema Pasca Net-Metering (Ekspor-Impor) Sesuai Aturan Terbaru PLN"

List Blog Keren Rajabacklink